Sunday, January 12, 2014

Ilmu Jiwa (psychology)

  Bissmillahirrohmannirrohiim
    Assalamu'alaikum wr wb
    Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, dan juga meliputi segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu.

Psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana disepakati oleh para sarjana psikologi masa kini.

Istilah ilmu jiwa merujuk kepada ilmu jiwa pada umumnya.

Istilah psikologi merujuk kepada ilmu jiwa yang ilmiah menurut norma-norma ilmiah modern.

**
Menurut  Descartes, ilmu jiwa adalah ilmu pengetahuan  mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badannya. Raga manusia yang terdiri atas materi dipelajari oleh ilmu pengetahuan yang lain, terlepas dari jiwanya. Demikian pula makhluk hewan yang menurut Descartes tidak mempunyai jiwa, hanya dipelajari oleh ilmu pengetahuan alamiah yang mempelajari materi.

**
John Locke berpendapat pengalaman atau empiri itulah yang menjadi sumber segala pengetahuan yang sebenarnya; tanpa pengalaman tidak dapat diperoleh pengetahuan dengan sebenarnya.

Semua pengetahuan, tanggapan, dan perasaan jiwa manusia diperoleh karena pengalaman melalui alat-alat inderanya. Ketika manusia dilahirkan, jiwanya kosong bagaikan sehelai kertas putih yang tidak ditulisi. Segala yang tertulis pada helai kosong tadi itu akan tertulis oleh pengalaman-pengalamannya sedari kecil melalui pancainderanya. Semua pergolakan jiwanya itu akan tersusun oleh pengalamannya.
Susunan gejala jiwa manusia menurut John Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala-gejala jiwa yang lebih rumit, seperti kompleks-kompleks perasaan, berteori yang sulit, dan lain-lain. Unsur-unsur pengalaman yang sederhana itu terdiri atas dua macam, yaitu sensasi dan refleksi.

Menurut aliran ilmu jiwa asosiasi, proses berpikir itu merupakan rentetan ingatan akan pengalaman sederhana yang terasosiasi dengan lainnya sehingga ingatan yang satu menimbulkan ingatan yang lain, dan ingatan terakhir ini menimbulkan lagi ingatan berikut yang terasosiasi kepadanya, dan seterusnya.

Berpikir merupakan deretan asosiasi antara sensasi dan refleksi; dan yang menentukan ingatan mana akan terasosiasi itu adalah dalil-dalil asosiasi seperti yang telah dirumuskan oleh Aristoteles, yaitu asosiasi karena persamaan waktu, urutan waktu, persamaan arti, dan perlawanan arti.

**
Menurut Hume terdapat pula unsur-unsur pengalaman lainnya yaitu impresi dan idea.

Dalam jiwa orang itu dapat diuraikan ke dalam empat unsur dasar, yaitu:

impressions of sensations
Impressions of reflections
Idea of sensations
Idea of reflections

Menurut Hume, terdapat tiga dalil asosiasi, yaitu:

Asosiasi karena berdekatan dalam waktu dan ruang
Asosiasi karena persamaan arti
Asosiasi karena sebab-akibat

**
Pendapat Wilhelm Wundt mengenai “asosiasi” dalam pikiran adalah sebagai berikut.
Ia mengakui bahwa dalam kelangsungan pemikiran itu dapat terjadi proses-proses asosiasi di mana hubungan erat antara dua atau tanggapan menyebabkan terseretnya tanggapan yang satu oleh tanggapan lainnya di dalam pemikiran itu.
Akan tetapi, menurut Wilhelm wundt, terjadinya asosiasi dalam pikiran itu bukan merupakan inti dari pemikiran itu, seperti yang diterangkan oleh kaum asosiasionis.
Asosiasi mudah berlangsung apabila kita secara pasif saja membiarkan tanggapan itu timbul-tenggelam dalam pikiran kita dengan ditentukan oleh dalil-dalil asosiasi.
Namun, apabila terjadi pemikiran yang sebenarnya, maka dalil-dalil asosiasi itulah yang menentukan jalan pikiran kita, sedang tujuan berpikir dan keinginan kita untuk menyelesaikan tugas berpikir itu menentukan jalan kelangsungannya.
Jadi, bukanlah dalail-dalail asosiasi yang menentukan kelangsungan pemikiran, tetapi tujuan dan tugasnya dalam berpikir.

Bukan asosiasi yang menentukan kelangsungan gejala-gejala kejiwaan itu karena pribadi manusia dalam kegiatannya senantiasa diarakan atau ditujukan ke arah objek-objek tertentu yang mendapat perhatian jiwa manusia.
Perhatian ini menyebabkan adanya hubungan jiwa manusia dengan objek di luar (atau di dalamnya), dan hubungan antara manusia dan objeknya itulah yang menentukan corak kelangsungan, wujud dan bentuk kegiatan jiwanya.
Jadi, karena hubungan antara pribadi dan objek – melalu perhatian terhadap objek itu – timbullah gejala-gejala kejiwaan yang teratur, dan bukan karena gabungan unsur-unsur pengalaman yang dikendalikan oleh dalil-dalil asosiasi tertentu sebagaimana yang diterangkan oleh kaum ilmu jiwa asosiasi.

Wilhelm Wundt juga berpendapat bahwa dalam memahami gejala-gejala kejiwaan manusia kita tidak dapat memandang proses-proses kejiwaan itu sebagai penjumlahan dari unsur-unsunya sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum asosiasionis, tetapi bahwa jiwa itu merupakan suatu kesatuan yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya.

**
Menurut Sigmund Freud, terdapat tiga golongan gejala jiwa yang membuktikan adanya dinamika alam tak sadar itu. Yaitu,

Gejala-gejala tingkah laku keliru
Gejala-gejala mimpi
Gejala-gejala neurosis

**
Menurut Szondi, alam tak sadar keluarga ini turut menentukan nasib riwayat kehidupan anggota-anggota keluarga yang bersangkutan karena alam tak sadar ini mempengaruhinya dalam hal memilih kawan-kawan sekelompok, memilih pendidikan lanjutan, memilih jabatan, memilih jodoh; pendek kata, alam tak sadar keluarga ini mempengaruhi semua pilihan yang menentukan jalan kehidupan orang itu.

**
Carl C. Jung
Alam tak sadar kolektif yang lebih umum yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat, bangsa, atau umat manusia.
Terbukti dengan adanya simbol-simbol, lambang-lambang kebudayaan yang pada dasarnya mempunyai arti yang sama antara beberapa kebudayaan di dunia ini.

**
Terdapat tiga alam tak sadar,

Alam tak sadar individual
Alam tak sadar keluarga
Alam tak sadar kolektif 

Wassalamu'alaikum wr wb
Gerungan, Psikologi Sosial, Refika Aditama;2009

No comments:

Post a Comment